Gambaran kecil “Dusun Kecil yang Terpencil di Tepi Hutan”

INISIATIF MASYARAKAT DUSUN AIR KEMANG KABUPATEN KAUR “MEMBENTUK KELOMPOK PELESTARIAN DAN PENGAMANAN HUTAN”

Dusun Air Kemang adalah salah satu dari tujuh dusun di Desa Ulak Bandung Kecamatan Muara Sahung Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu. Dusun Air Kemang ini berbatasan dengan S. Air Kemang / Air Tembok di sebelah utara, di sebelah selatan berbatasan dengan S. Air Kendaw, sebelah timur berbatasan dengan S. Air Kelian, dan sebelah barat berbatasan dengan Bukit Pandan. Secara geografis Dusun Air Kemang berada pada S posisi 04º33,306’ dan E 103º27,688’ dengan kondisi medan berbukit.Jarak tempuh Dusun Air Kemang menuju pusat pemerintahan desa berjarak ± 20 km dan jarak ke ibu kota kecamatan berjarak ± 22 km.

Jumlah penduduk Dusun Air Kemang adalah ± 110 KK yang terdiri dari 237 jiwa terdiri dari 156 jiwa laki-laki dan 81 jiwa perempuan. Mayoritas masyarakat di daerah ini adalah masyarakat dari suku Jawa dan Lampung. Masyarakat relatif jauh dari akses layanan kesehatan dan pendidikan, terlihat dari tidak adanya sarana kesehatan dan lembaga pendidikan sekolah di dusun yang berada jauh dari pusat desa dan kecamatan ini, bahkan layanan posyandu yang selayaknya dilakukan setiap 1 bulan sekali hanya ada 1 kali dalam setahun. Untuk mengenyam pendidikan pada umumnya para orang tua di daerah ini menyekolahkan anak-anak mereka diluar Air Kemang.

Sejarah Dusun Air Kemang dimulai pada tahun 1986, sejak kedatangan 8 (delapan) orang yang berasal dari Jawa, Lampung dan masyarat adat Semende. Kedelapan orang membuka hutan di sekitar Bukit Pandan untuk dijadikan kebun, khususnya tanaman kopi. Pada tahun 1990 terjadi pertambahan penduduk dengan pesat akibat kepindahan masyarakat Suku Jawa dari lokasi transmigrasi di wilayah Gunung Raya Sumatera Selatan. Mereka membuka hutan untuk lahan pertanian, yang berdampak pada makin tingginya tingkat kerusakan hutan di Dusun Air Kemang. Pada tahun 2008 ini terjadi pertambahan penduduk dari Baturaja, Lampung, Semende, Jawa dan Padang Guci.

Pada awal kedatangan para pendatang ke wilayah Air Kemang, rumah-rumah warga berada terpencar di kebun masing-masing. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di daerah ini maka pada tahun 1997 sebagian besar masyarakat bergotong royong membentuk talang, dan membangun fasilitas umum masjid dan jalan, Secara swadaya masyarakat membuat jalan alternatif yang menghubungkan dusun ke jalan poros yang menuju ke Propinsi Sumatera Selatan, namun hanya dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua (motor).

Pembuatan jalan ini memudahkan masyarakat memasarkan hasil-hasil perkebunan mereka untuk dijual kepada para penadah yang ada di Pekan Napal Hijau, dan sekaligus memperlancar hubungan masyarakat dengan pemerintahan desa setempat. Kemudian pada tahun 2003 pemerintah membantu masyarakat Dusun Air Kemang memperlebar jalan poros yang semula hanya bisa dilalui motor, sehingga akses ke daerah ini menjadi lebih mudah, dapat ditempuh dengan kendaraan mobil, meskipun kondisi jalan masih berupa jalan tanah.

Pada tahun 1992 terjadi pengusiran masyarakat yang bermukim di kawasan hutan yang berbatasan dengan Dusun Air Kemang, yang dilakukan oleh tim Dinas Kehutanan. Banyak masyarakat yang pindah ke luar kawasan akan tetapi banyak pula yang tetap bertahan untuk tetap bermukim dan berkebun di dalam kawasan hutan.

Dusun ini pernah mengalami dua kali peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang cukup besar. Pada tahun 1991 saat kemarau panjang terjadi kebakaran hutan dan lahan yang cukup besar hingga kurang lebih 70 ha kebun kopi masyarakat banyak hangus terbakar. Pada tahun 1997 ini pula terjadi kebakaran besar yang kedua di Dusun Air Kemang. Kebakaran pada tahun ini lebih besar terjadi dibandingkan oleh kebakaran yang terjadi pada tahun 1991. Masyarakat mengalami kerugian besar disebabkan ratusan hektar kebun kopi masyarakat habis terbakar, dan sebanyak 7 rumah, beberapa lumbung padi, dan fasilitas umum lain ikut terbakar. Dalam musibah ini tidak terdapat bantuan dari pihak pemerintah. Adapaun penyebab kebakaran adalah pembakaran lahan-lahan bukaan (tebasan masyarakat) untuk dijadikan kebun dan api menyebar karena bantuan angin disaat musim kemarau.

Masyarakat Dusun Air Kemang secara umum merupakan masyarakat pendatang dari Pulau Jawa, daerah Lampung, dan Sumsel yang dalam kesehariannya bermata pencarian sebagai petani kopi. Selain kopi tanaman yang ditanam masyarakat antara lain nilam, kakao, karet, petai dan tanaman palawija seperti rampai, terong, bawang, lada, cabe, jagung, dan sayur-sayuran. Sedangkan untuk memenuhi pokok beras, petani di Dusun Air Kemang menanam padi di lereng-lereng bukit (ume darat/sawah tadah hujan) dengan usia panen 6-7 bulan, pola pertanian ume darat sangat bergantung dengan curah hujan, sehingga masyarakat memiliki kalender musim tersendiri dalam mengelola ume darat ini. Petani Dusun Air Kemang, juga seperti para petani lain di Kaur, punya kecenderungan terpengaruh trend komoditi yang menjanjikan harga jual tinggi.

Pada tahun 2002 disaat harga minyak nilam melambung hingga 1 juta/kg, masyarakat Dusun Air Kemang mulai menanam nilam, bahkan hingga masuk kedalam kawsan hutan untuk menanam nilam. Namun ancaman hama “daun abang” (bahasa lokal) menyebabkan hasil nilam tidak memuaskan. Pada tahun 2004 Seiring perkembangan waktu dan informasi yang telah dengan mudah diakses oleh masyarakat disamping pengetahuan yang datang dari pihak-pihak luar maka masyarakat didaerah ini mulai menanam tanaman seperti karet, coklat, dilahan perkebunan mereka selain kopi yang tetap menjadi tanam inti di lahan perkebunan milik masyarakat. Pada tahun 2004 ini pula banyak masyarakat di daerah ini yang mulai menggunakan pupuk kimia (urea, HCL,TSP) serta berbagai produk insektisida dan herbisida untuk membunuh ilalang dan hama.

Pengamanan Hutan Bersama Masyarakat

Dalam konservasi kawasan hutan, masyarakat merupakan elemen yang terpenting. Upaya untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya keberadaan hutan haruslah diutamakan. Karena sesungguhnya masyarakat sekitar hutanlah manajer/pengelola hutan yang sebenarnya (the real manager of forest).

Sumber mata air berjarak ± 300 m s.d 500 m dengan medan yang berbukit dimana jika musim kemarau panjang terjadi maka anak-anak sungai ini akan mengering, untuk kebutuhan air minum biasanya masyarakat menggunakan drigen ukuran 5 liter di manfa kemudian dibawa pulang, berbeda dengan kebutuhan untuk air untuk meracun rumput saat membersikan lahan biasanya masyarakat membuat lubang dan melapisinya dengan plastik untuk kemudian menampung air hujan.

Keberadaan hutan bagi masyarakat di daerah ini sangat penting dalam mengairi sumber-sumber mata air yang tersebar di kaki bukit pandan, menurut informasi dari beberapa orang masyarakat setempat, pada dasarnya masyarakat didaerah air kemang maupun dari luar air kemang dilarang membuka kawasan hutan yang tersisah, hal ini dikarenakan menurut informasi yang kami dapatkan bahwasannya hutan di sekitar kaki bukit pandan merupakan hutan kawasan yang secara hukum dilarang untuk dibuka, akan tetapi keberdaan patok-patok batas yang telah tidak ada lagi/ dan tidak jelasnya patok menyebabkan beberapa masyarakat terlanjur membuka daerah itu, akan tetapi saat ini merekalah yang menjaga hutan tersebut agar tidak ada orang lain yang berani membuka daerah itu.

Minimnya informasi tentang kehutanan terhadap masyarakat di Dusun Air Kemang tentunya menyebabkan lemahnya akses informasi kepada masyarakat, melalaui pendekatan partisipatif yang dilakukan dengan belajar bersama masyarakat di Dusun Air Kemang ini tentunya mendorong sebuah upaya penyelamatan hutan dari praktek-praktek illegal logging dan pihak yang tidak bertanggung jawab. Menjadikan masyarakat penanggung jawab dalam menjaga kelestarian hutan merupakan peran terbesar dalam upaya mendorong terlaksananya SK bupati tentang Pembentukan Tim Terpadu Pemberantasan Illegal Logging tahun 2005 dalam mendorong pengawasan hutan maka kepala desa bersama-sama dengan perangkat desa mencoba menginisiasi peraturan-peraturan desa terkait dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh desa.

Inisiatif Lokal Kelompok “Rimba Hijau”

Pada tanggal 7 Februari 2008 masyarakat Dusun Air Kemang membentuk kelompok masyarakat pelestari dan pengaman hutan dengan nama “Rimba Hijau”. Pembentukan kelompok ini difasilitasi oleh pendamping Ulayat dan tokoh masyarakat Desa Ulak Bandung melalui diskusi-diskusi serial terfokus membahas potensi dan masalah kehutanan di Dusun Air Kemang. Antusiame masyarakat cukup tinggi dalam kegiatan ini. Masyarakat dusun ini relatif sangat terisolir dari akses informasi, terlebih lagi dari upaya pemberdayaan, baik oleh pemerintah maupun LSM.

Di awal perjalanan kelompok ini digawangi oleh para petani Dusun Air Kemang:
Ketua : Siwuh Haryono Seotono
Wakil : Suyoto
Sekretaris : Mustajab
Bendahara : Trimo Agung Laksono
Divisi Budidaya Tanaman : Jausin dan Agung Santoso
Divisi Perlindungan Hutan : Surani dan Kamri

Saat ini sedang dilakukan diskusi-diskusi menyusun draft aturan-aturan kelompok, tujuan dan program kerja kelompok. Sebagai organisasi rakyat yang baru saja terbentuk, Kelompok Pengaman Hutan Rimba Hijau sedang menyusun rencana strategis kelompok yang akan memuat visi, misi, fungsi dan manfaat kelompok, dan program/aktivitas. Pada akhir bulan ini direncanakan akan diadakan peresmian kelompok serta dialog dengan pihak Dishutbun Kab Kaur dan Balai TNBBS.

Sebagai masyarakat dusun terpencil yang berbatasan dengan hutan negara (bahkan ada kecenderungan kemungkinan dusun tersebut sebagian besar masuk dalam wilayah kawasan hutan), masyarakat Dusun Air Kemanng sangat bergantung dengan keberadaan hutan. Konflik-konflik pengelolaan sumberdaya hutan di desa itu sekan tidak tersentuh apalagi diatasi secara adil. Peristiwa pengusiran oleh pihak Dinas Kehutanan, perambahan hutan dan penebangan liar yang terus terjadi, tidak pernah dicarikan jalan keluar yang bersifat jangka panjang. Sementara keberadaan hutan amatlah penting bagi kehidupan masyarakat. Kerusakan hutan akan berdampak buruk terhadap hasil pertanian masyarakat (rusaknya system tata air, ancaman hama babi makin tinggi, dll).

Dengan adanya inisiatif masyarakat dalam pelestarian hutan, serta terjalinnya komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah pengelola kawasan hutan, diharapkan akan ada kerjasama yang baik untuk mengatasi konflik-konlfik pengeloaan sumberdaya alam dan hutan di wilayah tersebut. Sehingga harapan kesejahteraan masyarakat seiring dengan kelestarian hutan akan lebih mungkin bisa terwujud.*

Post a Comment

0 Comments