Komunitas Ku


Walaupun saya berasal dari keluarga Aceh, namun tidak ada keraguan sedikitpun ketika saya jatuh cinta dan ingin menikahi seorang perempuan dari suku Rejang. Tidak ada keraguan sedikitpun ketika pernikahan kami dilakukan dengan adat Rejang. Demikian juga tidak ada seorang pun dari keluarga saya dari aceh yang protes ketika pernikahan kami menggunakan adat Rejang.

Keluarga kami, saya dan istri tidak pernah mendefenisikan sedikitpun bahwa saya adalah keturunan Aceh dan istri saya Berdarah Rejang. Kami tidak pernah memperlakukan budaya Aceh dan Rejang sebagai sesuatu yang lebih istimewa dibandingkan budaya dari daerah lain, Kami, saya dan istri saya sangat paham akan kekurangan dan kelebihan suatu intentitas, kami memperkenalkan budaya berdasarkan realitas kepada keluarga kami.


Tak kurang tiga tahun sudah perjalanan cinta keluarga kami. Dan Sampai saat ini, hasil dari pernikahan dua suku yang berbeda ini.. (Yang Maha Kuasa)telah menitipkan kepada kami pewaris sejarah, satu keturunan tentu saja hasil dari buah cinta kasih antara Aceh dan Rejang. Kami, saya dan istri saya tidaklah telalu banyak berharap.. suatu saat anak kami besar nanti, dia mungkin akan memahami seperti apa yang saya pahami tentang sukuisme, bahkan mungkin lebih dari itu.

Dengan bersatunya dua karakter yang berbeda, dua warna yang berbeda, dua suku yang berbeda maka kami, saya dan istri saya berhasil menciftakan satu suasana baru, satu warna baru, satu karakter baru yang unik namun tetap pada lingkaran kearifan yang ada di komunitas dimana kami ada. sebagai keluarga muda (seumur kacang) kami berusaha belajar dari pengalaman dan petuah para orang tua,, (belajar menjadi penerus budaya Rejang dan mewariskannya kepada Keturunan kami). 

Sebagai manusia bukan berarti saya dan keluarga saya mampu melaksakan semua apa yang menjadi keinginan.. Misalnya saya sebagai komunitas baru Rejang, tentu harus belajar banyak tentang budaya Rejang dan ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit.. 

Jujur saja dalam perjalanan waktu, ada begitu banyak kendala yang saya hadapi, salah satunya BAHASA.. sudah tiga tahun bahkan lebih saya mengenal Rejang, awalnya saya begitu bangga bisa menjadi bagian dari suku ini, namun kemudian saya menjadi minderan karena sampai saat ini saya belum bisa berbahasa Rejang..

Walaupun Keluarga kami atau orang Rejang sendiri tidak memaksa atau suatu keharusan bagi saya untuk bisa berahasa Rejang, Namun bagi saya ada sesuatu yang kurang apa bila saya tidak bisa bahasa Rejang..

Dasar Pemikiran ini sebenarnya sederhana, berangkat dari studi saya setahun yang lalu di kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Lebong. Sebenarnya studi yang saya lakukan tidak ada hubungan nya dengan adat dan kebudayaan Rejang, studi yang saya lakukan menyangkut dengan Upaya dan Peran serta Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan dan Keanekaragaman Hayati, serta Peluang dan Ancaman Kabupaten Lebong sebagai KabKon (kabupaten konservasi). Nah dalam perjalanan studi itulah saya banyak bertanya dan diskusi dengan tokoh-tokoh Masyarakat Adat di dua wilayah tersebut.

Ada beberapa hal menarik yang saya temui dalam perjalan tersebut: pertama budaya nya, kearifannya, bahasanya, dah yang paling berkesan adalah tulisannya.. bagi saya secara pribadi tulisan rejang merupakan salah satu tulisan yang terancam kepunahannya, ini dapat di lihat dari jumlah orang rejang yang memahami (menulis dan membaca) tulisan Rejang terutama dikalangan muda seperti saya.. dari hasil diskusi yang saya lakukan secara rutin dengan tokoh tokoh rejang yang saya kenal dan juga dengan kawan2 di d Tapus Tulisan Rejang pernah menjadi kurikulum muatan lokal di seluruh sekolah di kabupaten Rejang Lebong, namun itu berlaku dulu sebelum kabupaten ini dimekarkan menjadi tiga kabupaten..

Jadi saat ini pembelajaran Tulisan Rejang hanya ada di sekolah2 di Kabupaten Rejang Lebong, sementara di Kabupaten Lebong sendiri sudah tidak lagi menjadi kurikulum muatan lokal, bahkan sama sekali tidak ada pembelajaran..

Orang tua Angkat saya (Basrin) mengatakan tulisan Rejang (kaganga) merupakan roh dari keberadaban suku Rejang.. dan saat ini anak-anak Rejang terutama di Lebong mengalami krisis eksitensi diri.. mereka tidak "pede" menulis rejang.. dengan alasan terlalu rumit dan "Kalau ada yang mudah kenapa mencari yang susah".

Nahh.. btw berangkat dari diskusi panjang tersebutlah,,, saya merasa tertarik dan tertantang untuk mempelajari lebih banyak lagi tentang Rejang..selain karena keunikannya juga ingin menunjukkan kepada keluarga saya bahwa saya adalah suami dari orang Rejang dan Bagian dari keluarga besa Jekalang... hehehee

Saya mencoba mencari banyak informasi dengan membaca sejarah rejang dan menjalajah dunia maya, tentu saja hanya sekedar harapan saya bisa mendapatkan bacaan tentang rejang sehingga mempekaya khasanah berpikir dan pengetahuan saya tentang komunitas saya yang baru.. (beberapa bulan yang lalu terpikir oleh saya bagai bagai mana mendokumentasikan kekayaan Rejang ini, kebetulan teman saya yang juga orang Rejang Utara memiliki pemahaman yang sama, dia menawarkan saya untuk melakukan pendokumentasian tulisan Rejang.. tentu saja dengan sangat senang saya merespon keinginan bersama tersebut..

Pendokumentasian ini kami lakukan dengan harapan semua orang rejang baik di Rejang maupun yang ada di perantauan dapat memperkaya dan melestarikan tulisan ini.. dan yang terpenting adalah bagai mana rejang memiliki satu dokumen dalam bentuk film documentasi Tulisan.. dan sejarah keberadaban ini tidak hilang dan punah di generasi baru kemudian hari..

(mohon maaf kalau celoteh saya ini banyak terdapat kesalahan, baik kalimat maupun pemaknaan dan paragraf yang tidak beraturan...) maklum ini saya tulis ketika saya sedang mendengar lagu Sayang Api Coa Sayang.. heheee

...Yang slalu bangga menjadi bagian dari Rejang [loen]...


Post a Comment

8 Comments

  1. wah, menarik sekali apresiasi terhadap identitas sebuah komunitas muncul dari perasaan cinta amor dua hati yang kemudian bersatu, dalam khasanah adat rejang bisa di sebut "Umeak Duwai Jijai Do" atau bersatunya dua buah rumah yang tentunya berbeda, disanalah sebuah kearifan Rejang yang sangat inclusif dengan sistem luar, nah,, apakah ini kemudian "kalau ada yang mudah kenapa yang Sulit" membuat sistem dan nilai lokal seperti hukum, tulisan menjadi sesuatu yang tidak begitu diminati, Toh... tidak juga salah Orang Aceh mencoba mendokumentasi kembali sistem nilai yang hampir punah tentunya dengan semangat Cinta Asih, Cinta Amor dan Cinta............

    ReplyDelete
  2. Ben Anderson pernah menulis buku yang lalu menjadi terkenal itu: Imagine Community. Apa yang Anda tulis pada posting ini juga membuktikan bahwa sebuah bangsa terbentuk karena membayangkan bahwa mereka adalah satu. Anda yang dari Aceh membayangkan dan merasa bahwa Anda adalah sebangsa dengan istri Anda yang dari Rejang.

    Dan saya, membayangkan bahwa Anda juga bagian dari Bengkulu. Sama dengan saya. Demikianlah cara Ben Anderson menjelaskan bagaiman Indonesia terbentuk menjadi sebuah bangsa yang besar dan beraneka.

    Salam kenal.

    ReplyDelete
  3. Salam kenal...saya..sangat senang mendengar tulisan KOMUNITAS. Salat Bang.

    ReplyDelete
  4. Hallo tgk, saleum kenal ...mantab that ata gatha nyo...hihihi
    mantoeng jeut bhs geutanyoe kan?
    ok, semoga sehat-sehat dan bahagia seisi keluarga

    ReplyDelete
  5. PRP Bengkulu, Terimakasih Sanak, Bang Herman begitulah kira2 perasaan saya, saya senang bisa menjadi bagian dari komunitas tersebut.

    Ayahthari, "alaikum salam syedara, tentu saja saya masih sangat bisa berbahasa geutanyoe, teurimong geunaseh ka neujak bak blog loen..

    ReplyDelete
  6. salam kenal, salam adil dan lestari bang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hallo Bambang, woowww kok bisa nyasar kesini bro??? salam adil dan lestari juga, jangan kapok dan sering2 mampir ya hehehe

      Delete