Cita-cita kemerdekaan sejatinya dibangun di atas nasib manusia konkret yang mengalami penindasan. Dengan kata lain, ide tentang kemerdekaan mewujud dari rahim ketertindasan yang dialami manusia konkret itu. Maka kemerdekaan, bagi Samora Machel, bukan hanya berarti merdeka sebagai bangsa dari penguasaan kolonial, melainkan yang substansial adalah membebaskan manusia dari kondisi ketertindasan itu sendiri. Caranya, menurut Samora Machel, dirikan kekuasaan rakyat untuk melayani rakyat.

Samora Machel (1933-1974) adalah ketua FRELIMO (Front Revolusioner Pembebasan Mozambique) dan presiden pertama negeri itu. Ia diakui secara luas sebagai salah satu arsitek besar revolusi-revolusi yang terjadi di benua Afrika. Pemikiran-pemikirannya juga berpengaruh kuat pada pemimpin-pemimpin FRETILIN (Front Revolusioner Kemerdekaan Timor Leste) yang memelopori gerakan pembebasan nasional.

Gagasan-gagasan Machel di dalam buku ini merupakan ceramah yang disampaikan di hadapan kader FRELIMO dalam rangka sepuluh tahun kemenangan bersenjata melawan kolonialisme portugal yang menurutnya, bukanlah akhir melainkan awal transformasi revolusioner menuju kemerdekaan total, yaitu membangun masyarakat baru tanpa penindasan dan eksploitasi.

Dipersiapkan sebagai ceramah, di dalam risalah ini, agar praktek-praktek revolusi tidak jatuh menjadi sistem penindas baru, Machel menekankan pada pentingnya memahami hakekat kekuasaan dalam teori dan praktek revolusi. Meskipun gagasan-gagasan Machel dikemukakan untuk konteks Mozambique pada masa lalu, namun ide-ide teoritis dasar yang diutarakan masih berbunyi, terutama untuk Timor Leste yang belum lama lepas dari pendudukan dan, yang dalam wacana politik, sedang menapaki tahap pembebasan rakyat atau libertasaun do povu.

Pemikiran Samora Machel, seperti halnya gerakan-gerakan revolusi di dunia ketiga lainnya, memandang perlawanan terhadap kolonialisme sekaligus sebagai perlawanan menentukan terhadap sistem kapitalisme yang dianggap sebagai akar penindasan dan eksploitasi. Machel mengkritik keras pandangan yang mengatakan bahwa tujuan kemerdekaan adalah membangun kekuasaan kulit hitam untuk menggantikan kekuasaan kulit putih, dan mengangkat dan memilih orang Afrika ke berbagai posisi politik, administrasi dan ekonomi. Pendeknya, pandangan bahwa kemerdekaan semata untuk membangun negara dan menyelenggarakan pemerintahan sendiri.

Dalam pandangan Machel, pendapat seperti itu berasal dari pemahaman yang dangkal mengenai kekuasaan. Secara implisit Machel mendefinisikan kekuasaan dalam arti luas sebagai negara atau sistem penyelenggaraan negara. Menurut Machel, kekuasaan kaum Penindas (kapitalisme-kolonial) yang pada hakikatnya eksploitatif, dibangun secara sistematis dan metodis; sebuah sistem yang dirancang sedemikian rupa untuk melanggengkan ekploitasi. Oleh karena itu Machel menolak konsepsi negara dan demokrasi liberal warisan imperialisme. Menurutnya, negara dengan segala perangkatnya bukanlah instrumen teknis yang netral, yang dapat dimanfaatkan secara baik dan setara oleh Penindas maupun oleh rakyat. Di mata Machel, absurd untuk membebaskan rakyat dari ketertindasan dengan menjalankan kekuasaan negara yang sepenuhnya dirancang untuk menindas massa rakyat. Kemerdekaan tanpa transformasi menyeluruh, penghancuran sistem, hanya akan meng-Afrika-kan ekploitasi.

Sebab itu Machel memandang perlu ditarik garis pemisah yang tegas antara kekuasaan rakyat dan kekuasaan Penindas. Pembebasan rakyat hanya mungkin dilakukan dengan mendirikan kekuasaan rakyat untuk melayani kepentingan rakyat. Revolusi Mozambique di bawah kepemimpinan Machel kala itu, berupaya membangun sebuah "negara" ekperimen yang benar-benar melayani kepentingan rakyat, dan rakyat menjadi penguasa yang sebenarnya.

Membaca Samora Machel menghidupkan kembali "ingatan kolektif" kita tentang tujuan kemerdekaan kita sendiri, sebuah cita-cita kolektif yang melandasi gerakan kemerdekaan, yang telah dirumuskan para pelopor gerakan kemerdekaan --yang juga banyak dipengaruhi Machel-- sebagai pembebasan nasional dan pembebasan rakyat.

Dalam konteks pembebasan rakyat, Membaca Samora Machel memampukan kita untuk berpikir alternatif, tidak menerima begitu saja demokrasi liberal sebagai satu-satunya sistem penyelenggaraan negara yang paling benar. Hal ini penting karena dalam perdebatan-perdebatan politik yang berkembang saat ini, argumentasi bahwa saat ini kita hidup dalam alam demokrasi kerap melegitimasi penolakan terhadap ide-ide politik radikal.

Politik radikal dicurigai sebagai ketinggalan dan direduksi menjadi penggunaan kekerasan semata. Padahal politik radikal sejatinya adalah bagaimana memunculkan rakyat menjadi subjek politik bagi pembebasan dirinya sendiri melalui pengorganisasian kekuatan rakyat, yang juga menjadi inti pemikiran atau seruan Machel dalam buku ini: dirikan kekuasaan rakyat untuk melayani rakyat.
Judul: Membangun Kekuatan Rakyat
Penulis: Samora Machel
Penerjemah: Tome Xavier, Nunu Rodrigues (dkk)
Tahun : 2001
Halaman: xliii-95