Pola Gerakan Mahasiswa

Jika saja dalam sejarah perubahan kita mengenal hal yang dinamakan Very Important Person (VIP), mahasiswa tentu nominator utamanya. Dan andaikata memang ada mugkin bukan lagi Very Important Person melainkan Very Important Community (VIC). Betapa tidak, dalam setipa episode perubahan yang terjadi di Republik ini, selalu saja mahasiswa yang menjadi pelopornya. Tengok saja, 1908, ketika gerakan kebangkitan nasional di motori mahasiswa-mahasiswa STOVIA. Atau mungkin pada tahun 1966 yang dipelopori mahasiswa-mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang akhirnya melahirkan Orde Baru. Atau juga pada peristiwa Malapeteka Lima Belas Januari (MALARI) yang aksi-aksinya juga dipimpin oleh mahasiswa. Pun ditahun 1998 kemarin yang kemudian dikenal sebagai pelopor gerakan Reformasi.

Semua itu adalah lembaran-lembaran emas dari sejarah perjuangan yang diperankan mahasiswa. Namun demikian, ada satu catatan penting yang harus kita cermati bahwa dalam setiap gerakanya, posisi mahasiswa adalah subjek dari perubahan, tetapi dalam perjalananya ternyata mahasiswa kemudian mulai menjadi objek (permainan segelintir elit). Dan menjadi ironis ketika perubahan ini tidak disadari oleh sebagian mahasiswa.

Pada konteks critic self critic sebagai mahasiswa, harus diakui bahwa perubahan itu terjadi karena kita terjebak pada pola gerakan yang selama ini dijalankan. Gerakan-gerakan yang cenderung disebut sebagai gerakan moral cenderung dimanifestasikan sebagai gerakan yang hanya akan turun ketika terjadi proses-proses sosial dan politik yang tersumbat. Padahal sebagaimana yang telah dialami selama ini, tersumbatnya proses-proses sosial dan politik selalu kita ketahui setelah menimbulkan implikasi. Dan konsekuensi dari itu semua adalah high cost politic yang harus kita bayar.

Sebagai contoh, masih segar dalam ingatan kita dengan apa yang terjadi pada masa pemerintahan Soeharto. Ketika Orde Baru dapat dengan leluasa melaksanakan sistem pemerintahan yang sentralistik dan kapitalistik serta fasis militeristik, sebagian besar mahasiswa pada saat itu “terlelap” dalam tidur panjangnya. Semua baru tersentak bangun ketika sistem itu telah menghasilkan sebuah krisis ekonomi yang maha dahsyat, dan ini memang menjadi sebuah ironi yang luar biasa.

Dalam ketersentakkan itu, Indonesia harus membayarnya dengan economy cost dan political cost yang tidak murah. Ketika mahasiswa bangun, mereka baru sadar berapa asset negara kita yang telah dirampok, berapa pulau yang telah tergadaikan, berapa trilyun hutang yang harus ditanggung, dan berapa puluh kebijakan negara yang dibuat sehingga sistem ketatanegaraan kita menjadi bobrok. Dan seringkali pula dalam kondisi itu, mahasiswa baru bergerak dalam gelombang besarnya. Itulah pola gerakan moral mahasiswa selama ini! Dan pola tersebut masih terus dijalankan hingga saat ini!!

“Mahasiswa sering memposisikan diri sebagai seorang resi yang duduk di singgasana pertapaan dalam sebuah menara gading, yang hanya akan turun ketika melihat suatu persoalan terjadi didalam masyarakat. Dan pada gilirannya pula ketika problematika politik maupun kemasyarakatan itu sirna, mahasiswa kembali duduk tenang disinggasana kampus dan kembali menyerahkan semuanya pada orang-orang yang justeru sebenarnya merupakan biang dari segala persoalan yang ada.”

Sumber: http://kiriituindah.blogspot.com

Post a Comment

1 Comments

  1. Hidup mahasiswa...hidup mahasiswa kalimat itu sering sekali dilontarkan ketika para mahasiswa turun ke jalan dalam menyampaikan Aspirasi....luar biasa

    ReplyDelete